Parenting

Anakku Selalu Mengalah


sebulan yang lalu


anakku-selalu-mengalah

Seorang ibu bercerita tentang perkembangan anak bungsunya. “Saya sering menasihati anak saya untuk mengalah dengan teman-temannya ketika di sekolah atau bermain di rumah. Tapi, akhir-akhir ini saya sering kasihan melihat sendiri. Subhanalloh, kenapa ya anak saya selalu mengalah? Waktu antre main ayunan kemarin, dia selalu saja mendahulukan teman-temannya. Akibatnya ya dia enggak kebagian main. Heran, kok dia enggak berani minta gilirannya.” 

Keluhan serupa diutarakan ibu muda yang lain, ”Sama Bu. Anak saya kalau mainannya diminta langsung diberikan. Bahkan, kalau temannya memukul, dia diam saja. Tidak membalas. Ketika di rumah pernah saya nasihati, Balas aja Nak, kalau temanmu memukul, tetapi anaknya menjawah enteng, lho Mama kan pernah bilang sabar itu kekasih Allah. Seketika itu makjleb saya tidak berucap lagi”. 

Keluhan di atas sering kami dengar dari para ibu  yang mengikuti acara parenting di beberapa sekolah. Bagaimana dengan anak kami yang sering mengalah? 

Padahal kebanyakan orang akan menilai si pengalah sebagai anak yang baik dan penurut. Memang ada sisi positif dari anak yang sering mengalah. Misalnya, ia memang seorang yang suka menolong dan memperhatikan kebutuhan orang lain.

Sikap mengalah juga menandakan anak sudah belajar mengontrol emosinya. Anak yang bisa menahan diri untuk tidak berkonflik dengan temannya berarti memiliki kematangan emosi. Selanjutnya kemampuan berpikirnya akan matang pula. Sayangnya, anak dengan sikap yang selalu mengalah ini mudah sekali dimanfaatkan orang lain.

Sebenarnya anak usia prasekolah sedang belajar mengembangkan kemampuan beradaptasi dan bersosialisasi dengan lingkungannya. Hal yang wajar jika anak merasa malu atau ragu-ragu menjalin pertemanan di lingkungan baru, misalnya  saat pertama masuk, kelompok bermain KB) atau taman kanak-kanak (TK) yang terkadang masih menangis ketika orang tua meninggalkan mereka. Namun, kalau ternyata si kecil keterusan mengalah, tentu ada faktor lain yang menyebabkannya bersikap seperti itu. Umumnya, anak usia ini masih tergolong egois. Kalau ia selalu mengalah tentu ada sesuatu yang terjadi pada dirinya. 

Beragam sebab yang memunculkan anak-anak menjadi pengalah. 

Pertama, kurang bersosialisasi. Anak menjadi sosok pengalah karena kurang mendapat pengalaman bersosialisasi; kurang banyak bergaul di lingkungan luar rumah, tak memiliki teman sepermainan atau teman sebaya. Sehari-harinya hanya bergaul dengan orang-orang di rumah. Jadi, ketika dia dihadapkan harus bertemu banyak orang, si anak  menjadi canggung karena tak terbiasa. Akhirnya ia memilih lebih banyak mengalah karena membutuhkan lebih banyak waktu untuk beradaptasi dengan lingkungan barunya. Maka latihlah anak sedini mungkin banyak bertemu atau bersosialisasi dengan orang selain keluarganya. Semakin sering melakukan sosialisasi maka anak akan keluar dari zona ketakutan bertemu dengan orang yang baru dikenal. 

Kedua, takut tidak punya teman. Ada juga anak yang memilih bersikap mengalah karena takut dijauhi, dimusuhi, atau tak dijadikan teman lagi. Anggapannya, dengan mendahulukan kebutuhan teman, maka pertemanannya akan terus terjalin. Ujung-ujungnya si anak malah tak memiliki kesempatan bereksplorasi yang sama seperti yang dilakukan teman-temannya. 

Ketiga, pola asuh otoriter. Sikap selalu mengalah juga bisa terjadi pada anak karena pola asuh orang tua yang kurang tepat. Umpamanya orang tua cenderung selalu keras atau otoriter; selalu melarang dan memarahi jika anak berbuat salah dan tak memberikan kesempatan yang luas pada anak untuk bereskplorasi. Alhasil, anak bisa tumbuh menjadi sosok yang penuh dengan ketakutan dan ragu-ragu untuk memulai sesuatu. Anak juga bisa lebih memilih mengalah ketika temannya berbuat jahat seperti memukul atau menendang. Dia tak mau melawan atau membalas perilaku buruk temannya tersebut.

Dampaknya negatifnya dalam pergaulan sehari-hari, anak pengalah cenderung mudah dimanfaatkan oleh teman-temannya terutama untuk hal yang negatif. Selain itu, kurang kreatif dan mengeksplorasi diri karena sering menjadi penonton dan mendahulukan yang lain sehingga tingkat inisiatifnya kurang berkembang. Dari sisi kepercayaan diri mereka kurang pede. Lebih memilih menyendiri, menghindari pergaulan dan akhirnya menjadi sosok yang minder. 

Upaya yang perlu dilakukan adalah orang tua banyak instrospeksi diri dalam hal pengasuhan dan bersinergi bersama guru di sekolah untuk menumbuhkan kepercayaan diri anak dalam bersikap, berprilaku, dan bersosialisasi.