sebulan yang lalu
Sudah menjadi sunnatullah, dalam perjalanan kehidupan biasanya manusia akan menjalani, mengalami dan menghadapi beberapa macam kondisi. Di antaranya, ada yang mengalami kesulitan, menghadapi tantangan maupun problematika dan sejenisnya, mengalami suka, sedih, duka, dan sejenisnya. Islam mengajarkan kepada semua insan bagaimana menghadapi suka dan duka dalam kehidupan. Secara umum, Islam mengajarkan agar manusia tidak lupa bersyukur dan bersabar, demikian juga tidak melalaikan ikhtiar atau berusaha, serta jangan melupakan tawakal atau pasrah kepada Allah SWT atas hasil ikhtiar atau usaha kita.
Mahmud al-Mishri (dalam Ensiklopedi Akhlak Nabi Muhammad SAW) menyatakan bahwa tawakal adalah menyandarkan hati kepada Allah ketika mencari maslahat atau menghindari madarat dalam perkara duniawi maupun ukhrawi. Selanjutnya, ia menegaskan bahwa seorang mukmin yang bertawakal akan menyerahkan seluruh urusannya kepada Allah SWT dan mewujudkan keimanannya dengan meyakini bahwa hanya Allah yang mampu memberi atau tidak memberi sesuatu dan mendatangkan manfaat atau marabahaya.
Mengenai hakikat tawakal ini, Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa tawakal artinya memantapkan itikad dengan janji-janji Allah SWT, yaitu kita beritikad bahwa segala apa yang telah ditakdirkan bagi kita itu pasti akan sampai kepada kita, tidak mungkin tidak sampai kepada kita walaupun seluruh makhluk yang ada di alam ini berusaha menghalanginya.
Maka, tawakal memiliki pengertian menyerahkan segala permasalahan kepada Allah SWT dengan sepenuh hati dan berpegang teguh kepada-Nya serta tetap berusaha semaksimal mungkin sehingga tidak merasa sedih dan kecewa terhadap apa pun keputusan yang diberikan-Nya.
Imam Ghazali juga menjelaskan bahwa tawakal memiliki beberapa level atau tingkatan, sedangkan level yang ketiga atau yang paling tinggi adalah seperti keadaan jenazah di tangan orang-orang yang memandikannya. Ia tidak bisa bergerak sendiri. Makam setelah sampai ke tingkatan ini, seseorang sudah tidak lagi perlu meminta kepada Allah SWT. Sebab, tanpa diminta, Allah SWT sendiri akan menanggung segala keperluannya sebagaimana orang yang memandikan mayat adalah juga yang menyempurnakan segala keperluan untuk memandikan mayat. Sebaliknya, apa-apa yang telah ditakdirkan sesuatu bukan untuk kita, maka sudah pasti ia tidak akan sampai kepada kita walaupun semua makhluk berusaha menyampaikannya kepada kita.
Di antara beberapa hikmah bertawakal kepada Allah:
1. Dijamin kecukupan oleh Allah yang tak terhingga besarnya, Allah berfirman dalam surat At-Talaq ayat 3:
وَّيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُۗ وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبُهٗۗ
اِنَّ اللّٰهَ بَالِغُ اَمْرِهٖۗ قَدْ جَعَلَ اللّٰهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا ٣
“Dan menganugerahkan kepadanya rezeki dari arah yang tidak dia duga. Siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya. Sesungguhnya Allah-lah yang menuntaskan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah membuat ketentuan bagi setiap sesuatu”.
Siapa pun yang sepenuh hati menyerahkan segala urusan kepada Allah, maka Allah akan mencukupkan keperluannya dan menyingkirkan segala kekhawatiran yang menyelimuti hatinya. Tawakal bukan sekadar memasrahkan nasib, tetapi lebih dari itu, ia adalah keyakinan kuat bahwa Allah adalah penolong terbaik, pelindung yang tak pernah mengecewakan dan pemberi ketenangan sejati bagi jiwa yang berserah.
2. Memiliki kekuatan lahir dan batin, Rasulullah SAW bersabda:
من أَحَبَّ أَنْ يَكُونَ أَقْوَى النَّاسِ فَلْيَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّه
”Barangsiapa yang ingin menjadi orang yang paling kuat, maka hendaklah dia bertawakal kepada Allah.” (HR Abdullah bin Abbas).
Rasulullah SAW juga memotivasi kita dalam sabdanya, ”Barangsiapa yang ingin menjadi orang yang paling kuat, maka hendaklah dia bertawakal kepada Allah" (Darul Ihya at-Turats al-Arabi, Beirut 1420 H).
Dari penjelasan di dalam sabda Nabi SAW tersebut, jelas bahwa kekuatan sejati tidak diukur dari fisik yang kekar atau harta yang melimpah, melainkan dari kekuatan dan keteguhan hati yang percaya penuh pada kehendak Allah Sang Maha Pencipta. Ketika seseorang telah benar-benar meyakini bahwa semua takdir berada dalam di tangan Allah, hatinya akan terbebas dari kegelisahan, dan jiwanya akan kokoh meski tantangan kehidupan kerap menghadangnya.
3. Dijauhi setan, sebab setan tidak dapat menggoda orang yang dekat Allah. Allah SWT berfirman:
إِنَّهُۥ لَيْسَ لَهُۥ سُلْطَٰنٌ عَلَى ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
”Sesungguhnya ia (setan) tidak memiliki pengaruh terhadap orang-orang yang beriman dan bertawakal hanya kepada Tuhan mereka.” (QS An-Nahl: 99).
4. Dicintai Allah, sebagaimana firman-Nya:
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ
“Maka, berkat rahmat Allah, engkau (Nabi Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Seandainya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka akan menjauh dari sekitarmu. Karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam segala urusan (penting). Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal.” (QS Ali-Imran: 159).
Melalui rubrik ini, semoga kita semua menjadi pilihan Allah Yang Maha Rahman Rahim sehingga ada jaminan bagi kita hidup bahagia di dunia, di alam kubur dan di akhirat nanti. Aamiin yaa Allah.