sebulan yang lalu
Kisah dan cerita tentang kehabatan para pahlawan sangat sering dikumandangkan. Entah sudah berapa kali setiap peringatan Hari Pahlawan Nasional pesan-pesan perjuangan senantiasa dikobarkan. Nikmat sekali rasanya mendengarkan perjalanan perjuangan para pahlawan. Menyentuh kalbu paling dalam. Menumbuhkan semangat ingin mewarisi sepak terjangnya.
Para pahlawan itu memiliki keluhuran jiwa. Pribadi yang luar biasa, di atas rata-rata manusia pada umumnya. Keunggulan pada dirinya terletak pada sikap gigih dan semangat berkorban. Segalanya dikorbankan tanpa perhitungan. Harta, jiwa, dan raga rela melayang demi membela bangsa agar anak cucunya hidup terhormat meraih kemakmuran bersama.
Sikap seperti itulah yang telah diperankan oleh para ulama ketika bangsanya hidup dalam keterbelakangan dan penindasan. Mereka tampil di tengah-tengah masyarakat mengembil peran penting membebaskan bangsanya dari belenggu penindasan dan penjajahan bangsa lain. Ikhlas, tanpa pamrih, tidak mengharapkan penghargaan dari siapa pun. Itulah senjata utama yang dimilikinya.
Jiwa para pahlawan itu dihiasi dengan akhlak yang sangat mulia. Dalam khasanah Islam disebut sifat itsar, yaitu sifat mengutamakan orang lain daripada diri sendiri. Mendahulukan kepentingan orang lain atas dirinya sendiri. Rela menahan sakit, letih, lapar dan sengsara demi kemaslahatan orang lain. Seperti yang tergambarkan dalam Al-Qur’an, ”Dan mereka mengutamakanan (orang-orang muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu) dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung” (QS Al-Hasyr: 9).
Hatinya terdorong ingin selalu berbuat yang terbaik untuk orang lain dengan keyakinan bahwa segala perbuatan baik akan kembali pada dirinya. ”Kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)-nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Mohonlah ampunan kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Al-Muzammil: 20).
Rasulullah SAW mewasiatkan dalam hadis, ”Tidaklah beriman salah seorang di antara kamu hingga dia mencintai sesuatu untuk saudaranya sebagaiamana dia mencintainya untuk dirinya sendiri” (HR Bukhari-Muslim).
Atas ketulusan dalam menegakkan kebenaran itu, nama-nama mereka terukir dalam tinta emas yang terpatri dalam jiwa segenap bangsa Indonesia. Itulah derajat tinggi yang tiada pernah musnah sepanjang masa.
Dalam Al-Qur’an sikap dan karakter yang sangat indah itu disebut dengan ibadurahman, yaitu pribadi yang senantiasa rendah hati serta tawaduk tetapi hati mereka tergerak ketika melihat penyimpangan dan ketidakadilan. Lalu bersama-sama masyarakatnya mengambil peran untuk berjuang melawan ketidakadilan itu.
”Adapun hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan, ”salām” dan orang-orang yang menghabiskan waktu malam untuk beribadah kepada Tuhan mereka dengan bersujud dan berdiri” (QS Al-Furqan: 63-64).
Sebagai anak bangsa, patutlah kiranya mempelajari lebih mendalam tentang biografi serta perjuangan para pahlawan tersebut agar dapat meneladani kiprah perjuangannya. Dapat ditiru dan diamalkan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing. Terlebih di era sekarang ini yang nilai keihklasan sangat sulit didapatkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dengan bimbingan Allah SWT, semoga negeri tercinta Indonesia makin jaya.